Parafrase atau parafrasa adalah pengungkapan kembali suatu tuturan bahasa ke dalam bentuk bahasa lain tanpa mengubah pengertian. Pengungkapan kembali tersebut bertujuan untuk menjelaskan makna yang tersembunyi. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, parafrasa adalah penguraian kembali suatu teks (karangan) dalam bentuk (susunan kata) yang lain, dengan maksud untuk dapat menjelaskan makna yang tersembunyi. salah satu contoh Parafrase sajak yang saya coba buat adalah sajak "sia-sia" oleh Chairil Anwar.
Inget, Stop COPAS yoooo
SAJAK
Sia-sia
Oleh: Chairil Anwar
Penghabisan kali itu kau datang
membawa karangan kembang
Mawar merah dan melati putih:
darah dan suci.
Kau tebarkan depanku
serta pandang yang memastikan:
Untukmu.
Sudah itu kita sama termangu
Saling bertanya: Apakah ini?
Cinta? Keduanya tak mengerti.
Sehari itu kita bersama. Tak
hampir-menghampiri.
Ah! Hatiku yang tak mau memberi
Mampus kau dikoyak-koyak sepi.
a)
Parafrase
Puisi "Sia-Sia" Karya Chairil Anwar
Puisi tersebut bercerita tentang seseorang yang datang pada sang penyair
dengan membawa karangan kembang yang melambangkan sebuah tawaran cinta, "Penghabisan
kali itu kau datang membawa karangan kembang". Sebuah cinta yang
begitu dalam dan suci yang hanya diberikan kepada sang penyair dengan penuh
harapan tertuang dalam larik puisi “Mawar merah dan melatih putih: darah dan
suci”. Sebuah tawaran cinta yang tulus untuk penyair.
Sebuah cinta yang membutuhkan kepastian dari penyair , sebuah harapan
agar sang penyair mau menerima tawaran cinta yang tulus “Kau tebarkan
padaku, serta pandang yang memastikan:untukmu”. Chairil ternyata tak begitu
saja mengatakan “ya” Untuk sebuah cinta, bahkan dia harus bertanya
apakah arti semua ini? “Sudah itu kita sama termangu, saling bertanya:
Apakah ini?”. Cinta? Bagaimana mungkin Chairil Anwar tak bisa memaknai arti
sebuah cinta? Itu adalah sebuah cinta yang ditawarkan padanya. “Keduanya tak
mengerti” ada sesuatu yang bergelut di hati penyair dan keduanya tak bisa
mengerti, bagaimana mungkin ini sebuah cinta? Ada keraguan di hati penyair, dia
tak bisa menyadari kehadiran cinta di hatinya.
“Seharian bersama. Tak hampir-menghampiri” larik tersebut telah
mengambarkan begitu banyak waktu yang harus dihabiskan untuk memaknai sebuah
cinta. Penyair tak mengungkapkan apapun dan hanya berdiam diri satu sama yang
lain. “Ah! hatiku yang tak mau memberi” sebuah keputusan yang sebenarnya
sulit untuk diucapkan namun penyair tak mau memberi atau membagikan cintanya
kepada wanita yang telah menawarkan banyak cinta. “Mampus kau dikoyak-koyak
sepi” sebuah akhir yang terasa kejam, mungkin itulah makna pada larik
tersebut. Penyair lebih suka sendiri dalam kesepiannya dan menghapus
dalam-dalam rasa cinta itu. Tampak tak ada penyesalan dan kesedihan atas
penolakan akan cinta.
b)
Maksud
Puisi
Unsur-unsur
Intrinsik Puisi
- Tema
Dari puisi di atas saya
berpendapat bahwa temanya adalah perbuatan yang tiada gunanya. Hal itu dapat dilihat dari bait
kedua “Lalu kita sama termanggu/saling bertanya: apakah ini/cinta? Kita berdua
tak mengerti.
- Nada
Nada dari puisi di atas adalah nada
penolakan akan sebuah cinta. Cinta yang tulus kepada “aku” ditolak. Hingga
akhirnya “aku” menyesali perbuatannya.
- Rasa
Dalam sajak “Sia-Sia” di atas,
terasa bahwa penyair sedang dalam keadaan bingung tapi pasti. Artinya perasaan
bahwa cinta di dalam hati itu ada tetapi baik “aku” atau penyair maupun “kau”
gadis yang ada dihadapan “aku” tidak mampu mengungkapkan sesuatu yang
bergejolak di hati masing-masing. Karena apa yang ditawarkan “kau” gadis itu
lewat gaya dan penampilan yang mempesona kepada “aku” sesuatu yang tak boleh
dilakukan. Akhirnya mereka berdua hanya berdiam diri saja, tanpa ada kata-kata
yang terucap, tanpa ada komunikasi yang dapat mencairkan suasana. Selain itu di
akhir puisi, tokoh “aku” merasa kesepian setelah menolak “kau”.
- Diksi
Sajak
karya Chairil Anwar mampu memberikan imajinasi yang kuat dan membangkitkan
kesan yang berbeda. Seperti pada pernyataan berikut “Penghabisan kali itu kau
datang” kata penghabisan dipilihnya karena terasa lebih indah dan dalam
daripada kata terakhir walaupun sama artinya. Setelah kalimat ditulisnya
“membawa kembang berkarang”, kata kembang berasal dari bahasa sunda yang
artinya bunga. Sudah menjadi hal yang biasa khususnya di dalam karya sastra
seorang gadis itu dilambangkan dengan bunga.
“Sehari kita bersama. Tak
hampir-menghampiri.” Dari lirik itu jelas bahwa si “aku” melakukan pertemuan
dengan kekasihnya. Tetapi ketika sedang berjumpa itu, mereka tidak saling
menyapa, yang ada hanya saling berdiam diri saja. Tetapi diakhir bait si “aku”
seakan-akan menyesal dengan perlakuannya terhadap gadis tersebut “Ah! Hatiku
yang tak mampu memberi”. Akhirnya si “aku” mengutuki dirinya sendiri dengan
kata “Mampus kau dikoyak-koyak sepi”.
- Gaya Bahasa
Pada bait satu dan dua puisi “Penghabisan kali itu kau datang”, “Membawa kembang berkarang” mengandung majas simbolik, karena gaya bahasa kiasan untuk melukiskan
sesuatu dengan menggunakan benda–benda sebagai simbol atau perlambang. Bait tiga, empat dan lima yang berbunyi “Mawar mewah dan melati putih”, “Darah dan suci” dan “Kau terbarkan depanku” mengandung majas
alegori, karena majas ini gaya bahasa yang mengungkapkan beberapa
perbandingan yang bertaut satu dengan yang lain dan membentuk satu kesatuan
yang utuh. Bait keenam
yang berbunyi “Serta pandang yang
memastikan: untukmu” mengandung majas
perifrasis, karena majas ini gaya bahasa penguraian sepatah kata diganti dengan serangkaian kata yang
mengandung arti yang sama.
Selanjutnya, bait tujuh, delapan dan sembilan yang
berbunyi “Lalu kita sama termangu”, “Saling bertanya: apakah ini?”
dan “Cinta? Kita berdua tak mengerti”
mengandung majas retoris, karena berupa
pertanyaan yang tidak menuntut suatu jawaban. Bait sepuluh yang berbunyi “Sehari kita bersama. Tak hampir-menghampiri”
mengandung majas eufimisme, karena majas ini menyatakan sesuatu dengan ungkapan
yang lebih halus. Dan, bait yang terakhir yaitu bait sebelas dan duabelas
yang berbunyi “Ah!
Hatiku yang tak mau memberi”, “Mampus kau dkoyak-koyak sepi” mengandung majas hiperbola, karena majas ini mengandung suatu pernyataan yang berlebihan, dengan
membesar-besarkan sesuatu hal. Pada
kata “Ah! Hatiku yang tak mau memberi/Mampus kau dikoyak-koyak sepi” penyair
menggunakan kata mampus semata-mata memberikan gambaran bahwa si “aku”
benar-benar sedang dalam keadaan kesepian, kesunyian, penderitaan, tetapi
Chairil Anwar tetap memilihnya, dan dia menistakan dirinya karena memilih
perbuatan itu.
- Rima
Chairil Anwar kadang kalanya tidak
memperhatikan masalah rima, ia merupakan penyair yang memberikan kebebasan
dalam menciptakan sajak. Tetapi dalam sajak ini terlihat rimanya, karena walau
bagaimanapun rima dalam sebuah sajak dapat menambah keindahan sajak tersebut.
Pada bait pertama pola rima aa, ii, uu. Pada bait kedua pola rimanya u, i, i.
- Imajinasi
Penyair selalu berusaha memberikan
gambaran tentang apa yang diungkapkannya itu dengan kekuatan imajinasi. Dengan
pilihan katanya Chairil Awar berusaha menggugah kemampuan melihat. Pembaca atau
penikmat diajaknya seakan-akan melihat si “aku” bertemu dengan kekasihnya. Di
depan “aku” gadis itu menebarkan pesona kecantikannya dan mereka saling pandang
memandang. Gambaran ini dinyatakan pada bait pertama.
- Konkret
Dilihat
dari unsur lain yaitu kata-kata konkret pada sajak ini menurut penulis kata
kongkritnya terdapat pada kata tak hampir menghampiri.Dari pernyataan yang
singkat ini mampu mengkonkretkan atau memberikan gambaran yang jelas tentang
suasana “aku” dengan kekasihnya yang bersama-sama tetapi saling diam.
Unsur
ekstrinsik puisi
- Topografi
Pada puisi sia-sia, tipografi yang digunakan penulis
cukup unik, tidak terikat oleh bait dan larik. Puisi ini terdiri dari empat
bait. Bait pertama terdiri atas enam larik, bait kedua terdiri dari tiga larik,
bait ketiga satu larik dan bait terakhir terdiri dari dua larik.
Selain bait dan larik, pada puisi tersebut terdapat unsur
non bahasa lain, tanda baca seperti: tanda seru (!), titik(.), titik dua(:).
Hal lain yang dapat dikaji adalah segi sintaksis. Struktur sintaksis pada
kalimat berbeda dengan puisi. Pada puisi strukturnya cenderung tidak beraturan.
Polanya sendiri dibagi menjadi dua bagian:
- Infrastrukturasi, kaidah-kaidah bahasa diabaikan
- Suprastrukturasi, pola tertentu diulang-ulang
sehingga terjadi keteraturan tambahan.
Pada puisi sia-sia, struktur sintaksisnya termaksud dalam
infrastrukturasi.
Karena dalam puisi tersebut terdapat beberapa larik yang
menunjukkan adanya inversi. Contohnya:
... ... ...
Membawa karangan kembang
... ... ...
Saling bertanya: apakah ini?
... ... ...
Mampus kau dikoyak-koyak sepi
Selain pola inversi, terdapat beberapa larik yang susunan
sintaksisnya sesuai dengan kaidah kebahasaan. Seperti:
- Kau terbarkan depanku (larik 5 bait 1)
S P Ket.
- Sehari itu kita bersama (larik
1 bait 3)
Ket
S P
- Hatiku yang tak mau memberi (larik 1 bait 4)
S
P
Sedangkan pola suprastrukturasi tidak terdapat dalam puisi ini, karena
tidak terdapat bentuk pengulangan.
- Tempat Penulisan
Tempat penulisan puisi “sia-sia” tidak tercantum.
- Waktu Penulisan
Puisi yang berjudul “sia-sia” ini ditulis pada tahun
Februari 1943.
- Nama Penulis
Tidak ada komentar:
Posting Komentar