Sekolah sebagai Miniatur Masyarakat
Pendidikan
adalah suatu proses, dimana manusia secara sadar menangkap, menyerap, dan
menghayati peristiwa-peristiwa alam sepanjang zaman. Hal tersebut dapatlah
dimaklumi bersama bahwa manusia dalam hidupnya akan terus melakukan kegiatan
pendidikan, termasuk dalam pengertian ini adalah belajar. Menurut Sugeng
(dalam Nasution), pendidikan merupakan faktor yang sangat penting dalam proses
pembentukan pribadi manusia. Apa dan bagaimana seseorang belajar nantinya akan
berpengaruh pada kualitas individu tersebut sebagai bagian dari anggota
masyarakat. Dalam proses belajarnya peserta didik bukan hanya belajar tentang
pengetahuan secara teori tetapi juga belajar bagaimana berinteraksi atau
bersosialisasi dalam kaitannya peserta didik sebagai makhluk sosial dan
merupakan bagian dari masyarakat.
Menurut Gunawan (2003), sosialisasi dalam arti sempit merupakan proses bayi atau
anak menempatkan dirinya dalam cara atau ragam budaya masyarakatnya
(tuntutan-tuntutan sosiokultural keluarga dan kelompok-kelompok lainnya).
Sedangkan Soekanto (1990:71) menyatakan bahwa sosialisasi mencakup proses yang
berkaitan dengan kegiatan individu-individu untuk mempelajari tertib sosial
lingkungannya, dan menyerasikan pola interaksi yang terwujud dalam konformitas,
nonkonformitas, penghindaran diri, dan konflik. Dari pendapat tersebut dapat
dikatakan bahwa dalam sosialisasi, individu belajar menyesuaikan diri dengan lingkungannya.
Merupakan suatu keharusan bagi kita untuk melatih atau mengasah keterampilan
bersosialisasi peserta didik sejak dini sehingga nantinya dapat dipersiapkan
untuk berperan aktif dalam lingkungan bermasyarakat.
Pendidikan pertama yang diperoleh siswa adalah dari lingkungan keluarga. Di lingkungan keluarga, anak berinteraksi dengan ayah, ibu, dan anggota keluarga lain, dimana anak memperoleh pendidikan informal berupa kebiasaan. Kebiasaan tersebut bermacam-macam, misalnya kebiasaan tentang cara makan, bertutur kata, bangun pagi dan bersembahyang, kebiasaan salam sebelum berangkat ke sekolah, dan kebiasaan lain yang ada dalam keluarga. Dalam interaksi edukatif antara orang tua dan anak, orang tua sebagai pendidik harus sedapat mungkin memahami anaknya. Orang tua hendaknya memberikan teladan yang terbaik bagi anak-anak tentang banyak hal dalam bersosialisasi, beradaptasi, dan berpartisipasi di dalam masyarakat.
Selain
di keluarga, anak juga memperoleh pendidikan di dalam lingkungan masyarakat.
Menurut Firmansyah (2012), masyarakat menjadi wahana sosialisasi sekaligus
pendidikan yang berfungsi sebagai pelengkap, pengganti,
dan tambahan. Lingkungan masyarakat memberikan sumbangan yang
berarti dalam diri anak didik, karena tidak semua pengetahuan, sikap,
keterampilan, dapat dikembangkan oleh keluarga. Seorang anak akan bergaul di
lingkungan masyarakatnya, dalam pergaulan ini seorang anak akan dipengaruhi
oleh orang lain atau sebaliknya.
Pertanyaan
yang muncul selanjutnya adalah “Apakah pendidikan dalam keluarga dan masyarakat
saja sudah cukup? Apakah keluarga dan masyarakat mampu mengembangkan
keterampilan anak secara optimal dan mampu mendidik anak menjadi manusia
seutuhnya sesuai dengan tujuan pendidikan?” Tentu saja tidak, lingkungan
keluarga dan masyarakat belum mampu mengembangkan kompetensi tersebut secara optimal.
Oleh karena
itu, diperlukan
suatu lembaga yang dapat memberikan pendidikan tersebut secara terstruktur,
terencana, dan sistematis dalam hal ini berupa
lembaga pendidikan sekolah. Apabila tidak
ada sekolah, pekerjaan mendidik hanya harus dipikul oleh keluarga,
maka hal ini tidak akan efisien, karena orang tua terlalu sibuk dengan
pekerjaannya, serta banyak orang tua tidak mampu melaksanakan pendidikan yang dimaksud. Prof. Dr. Sikun Pribadi (dalam Fahmi) menyatakan “Karena orang tua tidak mampu memberikan pendidikan selanjutnya dalam berbagai kecakapan dan ilmu. Kita dapat menggambarkan masyarakat tanpa sekolah. Di dalam sekolah bekerja orang-orang khusus didik untuk keperluan mengajar”.
Sekolah
sebagai salah satu bagian dari trinitas pendidikan merupakan sebuah
lembaga yang membantu orang tua untuk mendidik anaknya agar dapat menjadi
manusia seutuhnya yang nantinya dapat menjalani kehidupannya di masa sekarang
dan mempersiapkan diri untuk berperan aktif di masyarakat untuk kehidupannya
yang lebih baik di masa yang akan datang. Sekolah mempunyai peranan yang penting dalam proses sosialisasi yaitu
proses untuk membantu perkembangan individu menjadi makhluk
sosial serta makhluk yang dapat beradaptasi dengan baik di masyarakat.
Sekolah
sebagai lembaga pendidikan formal memiliki peranan dalam mempersiapkan anak didik untuk menjadi anggota masyarakat yang berguna bagi agama, bangsa
dan negara. Dapat dikatakan bahwa sebagian besar pembentukan kecerdasan (pengertian), sikap
dan minat sebagai bagian dari pembentukan kepribadian siswa, dilaksanakan oleh sekolah. Siswa
dan pihak-pihak lain yang berada di sekolah, pada dasarnya merupakan pola
miniatur masyarakat. Seperti halnya sebuah masyarakat, sekolah terdiri dari
anggota masyarakat yang dipimpin oleh seorang kepala sekolah serta pihak-pihak
lain yang mana seluruh komponen dalam sekolah memiliki jabatan atau perannya
masing-masing untuk mencapai tujuan yang ditetapkan oleh sekolah.
Setiap
anggota masyarakat sekolah, selalu melaksanakan interaksi satu dengan yang lainnya
dalam melaksanakan perannya masing-masing. Aktivitas sehari-harinya tidak lepas
dari interaksi sosial, baik interaksi dengan guru, petugas perpustakaan, maupun
sesama teman. Selain belajar untuk meningkatkan kecerdasan (dalam hal ini hanya
menyangkut dalam ranah kognitif), peserta didik juga belajar
bagaimana bergaul
dengan baik dengan sesama peserta didik, antara guru dan anak didik,
dan antara anak didik dan orang yang
bukan guru (karyawan), serta belajar mentaati peraturan-peraturan yang berlaku di sekolah.
Dalam
pendidikan di sekolah terdapat proses pembelajaran. Pembelajaran berintikan
interaksi antara guru dengan siswa, serta interaksi antar siswa. Kegiatan
mengajar dan belajar ini bukan merupakan dua hal yang terpisah tetapi bersatu,
disatukan oleh adanya proses interaksi. Dalam proses pembelajaran terjadi
proses pengaruh-mempengaruhi, bukan hanya guru atau siswa yang mempengaruhi
siswa, tetapi siswa juga dapat mempengaruhi guru. Perilaku guru akan berbeda,
apabila menghadapi kelas yang aktif dengan yang pasif, kelas yang berdisiplin
dengan yang kurang berdisiplin. Strategi apapun yang dilaksanakan dalam proses
pembelajaran tentunya pembelajaran tersebut melibatkan interaksi antar
pihak-pihak di dalam kelas. Oleh karena itu, selain untuk memperoleh
pengetahuan, siswa dalam proses pembelajaran juga memperoleh kesempatan untuk
mengasah keterampilan atau kompetensi dalam hal bersosialisasi dan nantinya
dapat diterapkan di dalam masyarakat sekolah pada khususnya serta keluarga dan
masyarakat sekitar pada umumnya.
Di
luar kelas dalam lingkungan sekolah siswa juga belajar bersosialisasi. Siswa
yang merupakan salah satu bagian dari miniatur masyarakat tersebut dapat
mengasah keterampilannya dalam bersosialisasi, melaksanakan perannya dalam
masyarakat. Seperti contohnya, siswa belajar bagaimana berinteraksi dengan
siswa lainnya, melakukan kegiatan bersama (bermain misalnya), belajar
berinteraksi dengan guru dan kepala sekolah (seperti menyapa ketika bertemu),
melaksanakan gotong royong di sekolah, serta kegiatan-kegiatan lain di sekolah
yang dapat mendidik peserta didik menjadi lebih baik.
Menurut
Abdullah Idi (dalam Firmansyah), sekolah memiliki peranan sebagai: (a)
transmisi kebudayaan, termasuk norma-norma, nilai-nilai dan informasi
melalui pengajaran secara langsung: (b)
mengadakan perkumpulan sosial, ; (c)
memperkenalkan anak dengan tokoh teladan, dalam
hal ini pendidik (guru) dan pemimpin sekolah memegang peranan yang penting; dan (d)
menggunakan tindakan positif, seperti
pujian, hadiah, dan sebagainya.
Dari
pendapat tersebut di atas dapat kita telusuri satu persatu peranan sekolah. Pertama, transmisi kebudayaan, termasuk
norma-norma, di sekolah siswa dididik untuk menjadi warga negara yang baik,
dididik untuk selalu berperan aktif di masyarakat, melestarikan kebudayaan yang
dimiliki serta selalu berpegang teguh pada norma-norma yang berlaku di
masyarakat. Kedua, siswa belajar
untuk mengadakan perkumpulan sosial. Seperti halnya di masyarakat terdapat
perkumpulan truna-truni, sekaa gong, dan
sebagainya, di sekolah siswa juga dididik untuk mengadakan perkumpulan seperti
perkumpulan sekolah, pramuka, olah raga dan sebagainya. Dengan mengadakan
perkumpulan di sekolah, memberi kesempatan kepada anak-anak untuk mempelajari
dan mempraktikan berbagai keterampilan sosial seperti berinteraksi dengan baik,
menghargai teman, kerja sama, belajar untuk memimpin, serta berbagai
keterampilan sosial lainnya.
Peranan
sekolah yang ketiga, memperkenalkan anak dengan tokoh teladan, dalam hal ini guru di sekolah dituntut untuk selalu menjadi panutan
bagi peserta didik. Peserta didik akan lebih cenderung mengikuti dan mencontoh
perilaku orang-orang yang dekat dengan mereka dan diseganinya sehingga penting
bagi guru serta pihak-pihak terkait di sekolah untuk menjadi tokoh panutan
dalam bersosialisasi. Keempat, menggunakan tindakan positif seperti
pujian, hadiah, dan sebagainya. Melalui teladan dari pendidik, seorang anak
akan mencontoh hal-hal baik yang dilakukan oleh guru. Di dalam kelas guru
hendaknya memberikan apresiasi atas pekerjaan siswa baik berupa pujian maupun
hadiah. Hindari penggunaan celaan atau hukuman karena hal tersebut bias saja
dicontoh oleh siswa dan nantinya diterapkan dalam proses sosialisasi anak.
Dari
beberapa hal tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa pertumbuhan dan
perkembangan anak didik adalah sinergi yang baik antara ketiga unsur lingkungan
pendidikan yakni keluarga, masyarakat dan sekolah. Orang tua di lingkungan
keluarga sebagai lingkungan yang pertama dan utama dalam pembentukan anak
adalah peletak dasar dalam pendidikan anak. Selanjutnya anak didik akan
berinteraksi dalam hubungan sosialisasi dengan lingkungan masyarakat sebagai
bagian yang tidak terlepas dari masyarakat itu sendiri. Karena terbatasnya
pendidikan informal dan nonformal diperlukan pendidikan formal (sekolah) sebagai
perpanjangan tangan orang tua, membantu orang tua dan masyarakat dalam upaya
memberikan pengetahuan, keterampilan dan kecakapan untuk anak didik sebagai
bagian dari masyarakat. Sekolah itu sendiri dapat dikatakan sebagai miniatur
masyarakat. Di dalamnya terdapat unsur-unsur masyarakat yang mempunyai perannya
masing-masing. Dengan adanya sinergi antara keluarga, masyarakat dan sekolah diharapkan
mampu menciptakan suatu sumber daya manusia yang menjunjung tinggi nilai-nilai
(agama, adat istiadat, dan ideologi) dalam kehidupan pribadi dan masyarakatnya.
C. Sumber
Anonim. 2011. Sosiologi
Pendidikan. Terdapat pada http://alyz86.wordpress.com.
Diunduh pada tanggal 8 Desember 2013.
Fahmi. 2010. Peran
Keluarga Sekolah
dan Masyarakat
dalam Pendidikan. Terdapat pada: http://choirfahmi.wordpress.com.
Diunduh pada tanggal
8 Desember
2013.
Firmansyah. 2012. Sosialisasi anak didik dalam Pendidikan. Terdapat
pada: http://abusyauqitamim.wordpress.com. Diunduh pada tanggal 8 Desember 2013.
Nasution. 1983. Sosiologi
Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar