Sabtu, 14 Desember 2013

Sekolah sebagai Miniatur Masyarakat

Pendidikan adalah suatu proses, dimana manusia secara sadar menangkap, menyerap, dan menghayati peristiwa-peristiwa alam sepanjang zaman. Hal tersebut dapatlah dimaklumi bersama bahwa manusia dalam hidupnya akan terus melakukan kegiatan pendidikan, termasuk dalam pengertian ini adalah belajar. Menurut Sugeng (dalam Nasution), pendidikan merupakan faktor yang sangat penting dalam proses pembentukan pribadi manusia. Apa dan bagaimana seseorang belajar nantinya akan berpengaruh pada kualitas individu tersebut sebagai bagian dari anggota masyarakat. Dalam proses belajarnya peserta didik bukan hanya belajar tentang pengetahuan secara teori tetapi juga belajar bagaimana berinteraksi atau bersosialisasi dalam kaitannya peserta didik sebagai makhluk sosial dan merupakan bagian dari masyarakat.
Menurut Gunawan (2003), sosialisasi dalam arti sempit merupakan proses bayi atau anak menempatkan dirinya dalam cara atau ragam budaya masyarakatnya (tuntutan-tuntutan sosiokultural keluarga dan kelompok-kelompok lainnya). Sedangkan Soekanto (1990:71) menyatakan bahwa sosialisasi mencakup proses yang berkaitan dengan kegiatan individu-individu untuk mempelajari tertib sosial lingkungannya, dan menyerasikan pola interaksi yang terwujud dalam konformitas, nonkonformitas, penghindaran diri, dan konflik. Dari pendapat tersebut dapat dikatakan bahwa dalam sosialisasi, individu belajar menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Merupakan suatu keharusan bagi kita untuk melatih atau mengasah keterampilan bersosialisasi peserta didik sejak dini sehingga nantinya dapat dipersiapkan untuk berperan aktif dalam lingkungan bermasyarakat.

Pendidikan pertama yang diperoleh siswa adalah dari lingkungan keluarga. Di lingkungan keluarga, anak berinteraksi dengan ayah, ibu, dan anggota keluarga lain, dimana anak memperoleh pendidikan informal berupa kebiasaan. Kebiasaan tersebut bermacam-macam, misalnya kebiasaan tentang cara makan, bertutur kata, bangun pagi dan bersembahyang, kebiasaan salam sebelum berangkat ke sekolah, dan kebiasaan lain yang ada dalam keluarga. Dalam interaksi edukatif antara orang tua dan anak, orang tua sebagai pendidik harus sedapat mungkin memahami anaknya. Orang tua hendaknya memberikan teladan yang terbaik bagi anak-anak tentang banyak hal dalam bersosialisasi, beradaptasi, dan berpartisipasi di dalam masyarakat.
Selain di keluarga, anak juga memperoleh pendidikan di dalam lingkungan masyarakat. Menurut Firmansyah (2012), masyarakat menjadi wahana sosialisasi sekaligus pendidikan yang berfungsi sebagai pelengkap, pengganti, dan tambahan. Lingkungan masyarakat memberikan sumbangan yang berarti dalam diri anak didik, karena tidak semua pengetahuan, sikap, keterampilan, dapat dikembangkan oleh keluarga. Seorang anak akan bergaul di lingkungan masyarakatnya, dalam pergaulan ini seorang anak akan dipengaruhi oleh orang lain atau sebaliknya.
Pertanyaan yang muncul selanjutnya adalah “Apakah pendidikan dalam keluarga dan masyarakat saja sudah cukup? Apakah keluarga dan masyarakat mampu mengembangkan keterampilan anak secara optimal dan mampu mendidik anak menjadi manusia seutuhnya sesuai dengan tujuan pendidikan?” Tentu saja tidak, lingkungan keluarga dan masyarakat belum mampu mengembangkan kompetensi tersebut secara optimal. Oleh karena itu, diperlukan suatu lembaga yang dapat memberikan pendidikan tersebut secara terstruktur, terencana, dan sistematis dalam hal ini berupa  lembaga pendidikan sekolah. Apabila tidak ada sekolah, pekerjaan mendidik hanya harus dipikul oleh keluarga, maka hal ini tidak akan efisien, karena orang tua terlalu sibuk dengan pekerjaannya, serta banyak orang tua tidak mampu melaksanakan pendidikan yang dimaksud. Prof.  Dr. Sikun Pribadi (dalam Fahmi) menyatakan “Karena orang tua tidak mampu memberikan pendidikan selanjutnya dalam berbagai kecakapan dan ilmu. Kita dapat menggambarkan masyarakat tanpa sekolah. Di dalam sekolah bekerja orang-orang khusus didik untuk keperluan mengajar.
Sekolah sebagai salah satu bagian dari trinitas pendidikan merupakan sebuah lembaga yang membantu orang tua untuk mendidik anaknya agar dapat menjadi manusia seutuhnya yang nantinya dapat menjalani kehidupannya di masa sekarang dan mempersiapkan diri untuk berperan aktif di masyarakat untuk kehidupannya yang lebih baik di masa yang akan datang. Sekolah mempunyai peranan yang penting dalam proses sosialisasi yaitu proses untuk membantu perkembangan individu menjadi makhluk sosial serta makhluk yang dapat beradaptasi dengan baik di masyarakat.
Sekolah sebagai lembaga pendidikan formal memiliki peranan dalam  mempersiapkan anak didik untuk menjadi anggota masyarakat yang berguna bagi agama, bangsa dan negara. Dapat dikatakan bahwa sebagian besar pembentukan kecerdasan (pengertian), sikap dan minat sebagai bagian dari pembentukan kepribadian siswa, dilaksanakan oleh sekolah. Siswa dan pihak-pihak lain yang berada di sekolah, pada dasarnya merupakan pola miniatur masyarakat. Seperti halnya sebuah masyarakat, sekolah terdiri dari anggota masyarakat yang dipimpin oleh seorang kepala sekolah serta pihak-pihak lain yang mana seluruh komponen dalam sekolah memiliki jabatan atau perannya masing-masing untuk mencapai tujuan yang ditetapkan oleh sekolah.
Setiap anggota masyarakat sekolah, selalu melaksanakan interaksi satu dengan yang lainnya dalam melaksanakan perannya masing-masing. Aktivitas sehari-harinya tidak lepas dari interaksi sosial, baik interaksi dengan guru, petugas perpustakaan, maupun sesama teman. Selain belajar untuk meningkatkan kecerdasan (dalam hal ini hanya menyangkut dalam ranah kognitif), peserta didik juga belajar bagaimana bergaul dengan baik dengan sesama peserta didik, antara guru dan anak didik, dan antara anak didik dan orang yang bukan guru (karyawan), serta belajar mentaati peraturan-peraturan yang berlaku di sekolah.
Dalam pendidikan di sekolah terdapat proses pembelajaran. Pembelajaran berintikan interaksi antara guru dengan siswa, serta interaksi antar siswa. Kegiatan mengajar dan belajar ini bukan merupakan dua hal yang terpisah tetapi bersatu, disatukan oleh adanya proses interaksi. Dalam proses pembelajaran terjadi proses pengaruh-mempengaruhi, bukan hanya guru atau siswa yang mempengaruhi siswa, tetapi siswa juga dapat mempengaruhi guru. Perilaku guru akan berbeda, apabila menghadapi kelas yang aktif dengan yang pasif, kelas yang berdisiplin dengan yang kurang berdisiplin. Strategi apapun yang dilaksanakan dalam proses pembelajaran tentunya pembelajaran tersebut melibatkan interaksi antar pihak-pihak di dalam kelas. Oleh karena itu, selain untuk memperoleh pengetahuan, siswa dalam proses pembelajaran juga memperoleh kesempatan untuk mengasah keterampilan atau kompetensi dalam hal bersosialisasi dan nantinya dapat diterapkan di dalam masyarakat sekolah pada khususnya serta keluarga dan masyarakat sekitar pada umumnya.
Di luar kelas dalam lingkungan sekolah siswa juga belajar bersosialisasi. Siswa yang merupakan salah satu bagian dari miniatur masyarakat tersebut dapat mengasah keterampilannya dalam bersosialisasi, melaksanakan perannya dalam masyarakat. Seperti contohnya, siswa belajar bagaimana berinteraksi dengan siswa lainnya, melakukan kegiatan bersama (bermain misalnya), belajar berinteraksi dengan guru dan kepala sekolah (seperti menyapa ketika bertemu), melaksanakan gotong royong di sekolah, serta kegiatan-kegiatan lain di sekolah yang dapat mendidik peserta didik menjadi lebih baik.
Menurut Abdullah Idi (dalam Firmansyah), sekolah memiliki peranan sebagai: (a) transmisi kebudayaan, termasuk norma-norma, nilai-nilai dan informasi melalui pengajaran secara langsung: (b) mengadakan perkumpulan sosial, ; (c) memperkenalkan anak dengan tokoh teladan, dalam hal ini pendidik (guru) dan pemimpin sekolah memegang peranan yang penting; dan (d) menggunakan tindakan positif, seperti pujian, hadiah, dan sebagainya.
Dari pendapat tersebut di atas dapat kita telusuri satu persatu peranan sekolah. Pertama, transmisi kebudayaan, termasuk norma-norma, di sekolah siswa dididik untuk menjadi warga negara yang baik, dididik untuk selalu berperan aktif di masyarakat, melestarikan kebudayaan yang dimiliki serta selalu berpegang teguh pada norma-norma yang berlaku di masyarakat. Kedua, siswa belajar untuk mengadakan perkumpulan sosial. Seperti halnya di masyarakat terdapat perkumpulan truna-truni, sekaa gong, dan sebagainya, di sekolah siswa juga dididik untuk mengadakan perkumpulan  seperti perkumpulan sekolah, pramuka, olah raga dan sebagainya. Dengan mengadakan perkumpulan di sekolah, memberi kesempatan kepada anak-anak untuk mempelajari dan mempraktikan berbagai keterampilan sosial seperti berinteraksi dengan baik, menghargai teman, kerja sama, belajar untuk memimpin, serta berbagai keterampilan sosial lainnya.
Peranan sekolah yang ketiga, memperkenalkan anak dengan tokoh teladan, dalam hal ini guru di sekolah dituntut untuk selalu menjadi panutan bagi peserta didik. Peserta didik akan lebih cenderung mengikuti dan mencontoh perilaku orang-orang yang dekat dengan mereka dan diseganinya sehingga penting bagi guru serta pihak-pihak terkait di sekolah untuk menjadi tokoh panutan dalam bersosialisasi. Keempat, menggunakan tindakan positif seperti pujian, hadiah, dan sebagainya. Melalui teladan dari pendidik, seorang anak akan mencontoh hal-hal baik yang dilakukan oleh guru. Di dalam kelas guru hendaknya memberikan apresiasi atas pekerjaan siswa baik berupa pujian maupun hadiah. Hindari penggunaan celaan atau hukuman karena hal tersebut bias saja dicontoh oleh siswa dan nantinya diterapkan dalam proses sosialisasi anak.
Dari beberapa hal tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa pertumbuhan dan perkembangan anak didik adalah sinergi yang baik antara ketiga unsur lingkungan pendidikan yakni keluarga, masyarakat dan sekolah. Orang tua di lingkungan keluarga sebagai lingkungan yang pertama dan utama dalam pembentukan anak adalah peletak dasar dalam pendidikan anak. Selanjutnya anak didik akan berinteraksi dalam hubungan sosialisasi dengan lingkungan masyarakat sebagai bagian yang tidak terlepas dari masyarakat itu sendiri. Karena terbatasnya pendidikan informal dan nonformal diperlukan pendidikan formal (sekolah) sebagai perpanjangan tangan orang tua, membantu orang tua dan masyarakat dalam upaya memberikan pengetahuan, keterampilan dan kecakapan untuk anak didik sebagai bagian dari masyarakat. Sekolah itu sendiri dapat dikatakan sebagai miniatur masyarakat. Di dalamnya terdapat unsur-unsur masyarakat yang mempunyai perannya masing-masing. Dengan adanya sinergi antara keluarga, masyarakat dan sekolah diharapkan mampu menciptakan suatu sumber daya manusia yang menjunjung tinggi nilai-nilai (agama, adat istiadat, dan ideologi) dalam kehidupan pribadi dan masyarakatnya.

C.  Sumber
Anonim. 2011. Sosiologi Pendidikan. Terdapat pada http://alyz86.wordpress.com. Diunduh pada tanggal 8 Desember 2013.
Fahmi. 2010. Peran Keluarga Sekolah dan Masyarakat dalam Pendidikan. Terdapat pada:  http://choirfahmi.wordpress.com. Diunduh pada tanggal 8 Desember 2013.
Firmansyah. 2012. Sosialisasi anak didik dalam Pendidikan. Terdapat pada: http://abusyauqitamim.wordpress.com. Diunduh pada tanggal 8 Desember 2013.
Nasution. 1983. Sosiologi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar